Sabtu, 18 Februari 2017

Kontrol Sosial dalam Penyimpangan


Dewasa ini banyak perilaku menyimpang yang dapat kita jumpai di masyarakat. Mulai dari tawuran pelajar, seks bebas, penyalah gunaan narkoba, geng motor dan lain sebagainya. Tidak sedikit dari kita yang tidak asing dengan kata perilaku menyimpang, akan tetapi tidak mengetahui apa yang di maksud dengan perilaku menyimpang tersebut. Maka dari itu tema yang saya angkat saat ini adalah tentang perilaku menyimpang.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku perbuatan atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan dibatasi oleh aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan mengganggu siswa lain.
Menurut James Worker Van Der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Selain itu,Menurut Robert Muhamad Zaenal lawang. Penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
Konflik sosial merupakan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang menyangkut masalah ekonomi, kekuasaan, keyakinan agama, ras. Konflik dpt menimbulkan keadaan tidak enak, meresahkan, menegangkan, menakutkan namun syarat bagi suatu perubahan.
Menurut Karl Marx  Konflik merupakan kelas diambil sebagai titik sentral dari masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di masyarakat. Segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi pada segelintir orang saja. Kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produktif dari semua generasi dalam sejarah sebelumnya. Tetapi kelas-kelas itu juga berlawanan antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kelas besar yaitu borjuis dan proletar.
Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum merupakan salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakui keberadaan pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan).
Kontrol sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakan sebagai pemberi defenisi tingkah laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sangsi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Ini sekaligus berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Disebutkan pula bahwa fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga tidak hanya dalam bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua pihak: 1) pihak penguasa negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam bentuk hukum tertulis dan perundang-undangan. 2) masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila terdapat hal-hal yang mendukungnya. Pelaksanaan fungsi ini sangat berkait dengan materi hukum yang baik dan jelas. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan pula. Orang yang akan melaksanakan hukum ini tidak kalah peranannya. Suatu aturan atau hukum yang sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana yang kimit terhadap pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur lain yang sepatutnya tidak menjadi faktor penentu, seperti kekuasaan, materi dan pamrih serta kolusi.
Dalam hal ini penyimpangan atau prilaku sosial yang tidak sesuai menyebabkan banyak dampak negatif dimana kita mengetahui bahwa definisi dari Penyimpangan sendiri adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum dan bisa membayakan orang lain bahkan bisa membayakan nyawa orang lain, meskipun perilaku penyimpangan itu dilatarbelakangi oleh keluarga dan lingkungannya,  sebetulnya dalam hal ini kembali lagi kepada cara hidup dan konsep diri seseorang ketika kita berbicara tentang konsep diri ketika seseorang memiliki konsep diri yang kuat dan positif maka hal itu tidak akan menyebabkan orang tersebut melakukan perilaku yang menyimpang, namun apabila seseorang memiliki konsep diri yang lebih menuju kearah yang negatif maka hal itu akan berdampak buruk. Dalam hal Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan manusia juga sangat erat hubungannya seperti yang tertulis didalam buku Psikologi Komunikasi Karangan Jalaludin Rahmat. Mengenai konsepsi manusia dari berbagai segi psikologi yang pertama ada Konsepsi manusia dalam Psikoanalisis yang menyatakan manusia mengikuti naluri alamiahnya dimana menurut Sigmund Freud konsepsi mausia itu terbagi menjadi tiga yakni yang pertama ada id yaitu naluri hewani (perilaku buruk) lalu ada Ego (pemikiran rasional manusia) dan ada Super Ego (perilaku moral manusia), lalu ada Behaviorisme yang menyatakan manusia itu seluruh tingkah lakunya dipengaruhi oleh lingkungannya, Psikologi Kognitif yang menyatakan manusia itu dalam melakukan sesuatu akan menimbang-nimbang terlebih dahulu dan ada Psikologi Humanistik yang menyatakan bahwa manusia itu adalah mahluk yang unik dan kreatif.

Tentang penyimpangan yang terjadi pun itu kembali pada diri sendiri lagi apakah kita ingin terbawa arus penyimpangan yang hasilnya sangat berdampak buruk bagi kehdupan atau kita akan memilih jadi seseorang yang unik,  kreatif juga kritis dalam bertindak dan memilih tindakan. Lalu kembali lagi pada diri masing-masing ketika kita melakukan penyimpangan apakah perilaku   tersebut masih bisa dikendalikan dan merubah kita menjadi orang yang lebih baik atau penyimpangan yang dilakukan malah merugikan orang lain dan berdampak buruk baik pada diri sendiri, keluarga, orang lain atau lingkungan dan akhirnya kita sebagai pelaku penyimpangan itu mendapatkan sanksi atas apa yang kita perbuat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar